Kamis, 29 Mei 2008

Sekelumit tentang Mamanda

TEATER MAMANDA

SEBUAH TEATER TRADISIONAL KALSEL

YANG HAMPIR PUNAH.

Drs. H. Amat Asnawi pernah menulis makalah yang berjudul “Sebuah Telaah TentangKesenian Daerah” dimana dalam makalah tersebut beliau menyatakan bahwa keberadaan kesenian daerah di tengah-tengah kemajuan teknologi sesungguhnya mempunyai nilai tertentu. Kesenian daerah memiliki kekhususan sebagai sarana komunikasi dalam menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat dengan gaya dan bahasa yang menarik.

Ilmu pengetahuan sebenarnya tidaklah mencekik seni atau dianggap mematahkan begitu saja terhadap perkembangan kesenian tetapi kenyataan seni yang bisa bertahan adalah seni yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun apakah pendukung kesenian tersebut mengerti tentang pertunjukan yang dikemas ?

Anggapan bahwa teknologi seperti televisi film dan media yang lainnya sebagai penyebab seni tradisi tidak lagi disukai tidak seluruhnya benar. Kalau kita merenung sebenarnya hal tersebut kesalahannya ada pada pendukung seni itu sendiri yang tidak mau memandang teknologi dari segi positif.

Untuk mempertahankan suatu nilai seni sangat tergantung pada sampai sejauh mana kita mampu untuk menjawab tantangan zaman. Kita harus beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Teater “MAMANDA” dahulu sangat terkenal, disayang dan dicintai masyarakat. Terasa kurang afdol kalau suatu “karasmin” tidak menampilkan mamanda. Apalagi kalau ada pesta perkawinan pastilah dipertunjukan mamanda.

Tapi sekarang orang-orang lebih suka tinggal dirumah dari pada menonton mamanda yang semalam suntuk atau lebih suka menonton film “misbar” (gerimis bubar) ditengah lapangan terbuka yang hanya 2 jam dan kemudian pulang.

Banyak orang sekarang yang mengatakan bahwa mamanda sekarang jauh berbeda dengan mamanda dahulu. Mereka banyak bernostalgia. Kalau dahulu si anu itu berperan sebagai raja “kalu sidin banyanyi pohon gin kada bagarak”. Ini artinya apa. Itulah yang disebut dengan khas dan spesifik. Itulah yang disebut dengan ciri khas, gaya dan basic mamanda. Inilah yang harus diketahui oleh para seniman “pamandaan” kalau tidak dia akan menggali lubang kuburnya sendiri. Yang kita perbuat sekarang adalah mengembangkan ciri khas, gaya dan basic tersebut agar mendapatkan nilai tambah. Dengan demikian usaha untuk menghidupkan kembali mamanda dapat terjawab.

Mempertahankan suatu nilai sangat tergantung kepada kemampuan kita untuk menjawab tantangan. Kita harus dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam sistem perubahan lingkungan budaya.

Tidak ada komentar: